SELAYANG PANDANG
KABUPATEN BINTAN,
KEPULAUAN RIAU.INDONESIA
Kabupaten Bintan adalah salah satu
kabupaten di
Provinsi Kepulauan Riau,
Indonesia.
Kabupaten Bintan sebelumnya bernama
Kabupaten Kepulauan Riau.
Perubahan nama ini dimaksudkan agar tidak timbul kerancuan antara
Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Riau dalam hal
administrasi dan korespondensi sehingga nama Kabupaten Kepulauan Riau
(Kepri) diganti menjadi Kabupaten Bintan. Perubahan nama Kabupaten
Kepulauan Riau menjadi Kabupaten Bintan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006, tertanggal
23 Februari 2006.
Sejarah
Kabupaten Kepulauan Riau (Bintan) telah dikenal beberapa abad silam
tidak hanya di belahan nusantara ini, tetapi juga di mancanegara.
Wilayahnya mempunyai ciri khas terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil
yang tersebar di
Laut Cina Selatan.
Karena itulah, julukan “Bumi Segantang Lada” sangat tepat untuk
menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada di daerah ini. Pada kurun
waktu 1722-1911, di Kepulauan Riau terdapat dua
kerajaan Melayu
yang berkuasa dan berdaulat, yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat
kerajaannya berada di Daik dan Kerajaan Melayu Riau dengan pusat
pemerintahannya berada di
Pulau Bintan.
Jauh sebelum ditandatanganinya
Treaty of London, kedua
Kerajaan Melayu tersebut dilebur menjadi satu sehingga menjadi semakin
kuat. Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulauan Riau
saja, tetapi telah meliputi wilayah
Johor dan Malaka (Malaysia),
Singapura dan sebagian kecil wilayah
Indragiri Hilir. Pusat kerajaannya berada di
Pulau Penyengat dan menjadi terkenal di Nusantara dan kawasan Semenanjung.
Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan amir-amirnya sebagai
Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan
Onder Districh Thoarden
untuk daerah yang agak kecil. Pemerintah Hindia Belanda akhirnya
menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah
Keresidenan yang dibagi menjadi dua Afdelling, yaitu Afdelling
Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau – Lingga, Indragiri Hilir dan
Kateman yang berkedudukan di Tanjungpinang dan sebagai penguasa tunggal
dan penanggung jawab dalam Afdelling ini ditunjuk seorang Residen.
Afdelling Indragiri yang berkedudukan di
Rengat dan diperintah oleh seorang Asisten Residen (dibawah) perintah Residen. Dalam tahun 1940 Keresidenan ini dijadikan
Residente
Riau dengan dicantumkan Afdelling Bengkalis (Sumatera Timur) dan
sebelum tahun 1945 – 1949 berdasarkan Besluit Gubernur General Hindia
Belanda tanggal 17 Juli 1947 No. 9 dibentuk daerah
Zelf Bestur (daerah Riau).
Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia, Provinsi
Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1950 No. 9/Deprt/1950 menggabungkan diri
ke dalam Republik Indonesia, dan Kepulauan Riau diberi status daerah
Otonom Tingkat II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah
dengan membawahi empat kewedanan sebagai berikut, masing-masing,
Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan
(termasuk Kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan
Tanjungpinang Timur sekarang), Bintan Utara dan Batam.
Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur dan
Moro, Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan
Senayang, serta Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja,
Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan No. 26/K/1965 dengan mempedomani
Instruksi Gubernur Daerah Tingkat I Riau tanggal 10 Februari 1964 No.
524/A/194 dan Instruksi No.16/V/1964 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No.UP/247/5/1965, tanggal
15 Nopember 1965 No.UP/256/5/1965 menetapkan bahwa, terhitung mulai
tanggal 1 Januari 1966 semua daerah Administratif Kewedanan dalam
Kabupaten Kepulauan Riau dihapuskan.
Pada tahun 1983, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1983, telah dibentuk Kota Administratif (Kotif)
Tanjungpinang
yang membawahi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tanjungpinang Barat dan
Kecamatan Tanjungpinang Timur, dan pada tahun yang sama sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1983 telah pula dibentuk Kotamadya
Batam.
Dengan adanya pengembangan wilayah tersebut, maka Batam tidak lagi
menjadi bagian Kabupaten Kepulauan Riau. Berdasarkan Undang-Undang No.
53 tahun 1999 dan diperbaharui dengan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten
Kepulauan Riau dimekarkan lagi menjadi 3 kabupaten yakni, Kabupaten
Kepulauan Riau (Bintan), Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna.
Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 2001, terhitung 17
Oktober 2001, Kota Administratif Tanjungpinang ditingkatkan statusnya
menjadi Kota Otonom yang terpisah dari Kabupaten Kepulauan Riau dengan
memiliki empat kecamatan, yakni Kecamatan Tanjungpinang Barat,
Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang Kota dan Bukit Bestari.
Geografi
Kabupaten Bintan terletak antara °00’
Lintang Utara 1°20’
Lintang Selatan dan 104°00’
Bujur Timur 108°30’
Bujur Timur
Potensi
Bintan Agro Beach Resort, salah satu resor di Pantai Trikora, Bintan
Kabupaten ini memiliki sejumlah peluang di bidang pariwisata,
industri, perikanan, pertambangan dan Peternakan. Dibidang pariwisata,
iklim dan kondisi alam yang eksotis menjadi daya tarik tersendiri bagi
para wisatawan mancanegara. Misalnya
Lagoi
yang memiliki pemandangan laut dan pantai yang telah menarik minat
lebih dari 40.000 wisatawan mancanegara. Dilahan seluas 23.000 ha
terdapat 7 hotel bertaraf internasional, 2 Resort dan 2 lapangan golf
bertaraf internasional dengan 36 hole.
Untuk menarik minat investor, pemerintah setempat telah
mengalokasikan lahan seluas 500 ha di Kijang dan 100 ha di Bintan Barat
sebagai areal hutan industri dan pengembangan pantai. Pengembangan
pariwisata dilakukan dengan bekerja sama dengan Singapura untuk
membangun Bintan Utara.
Pada sektor industri, Kabupaten ini mempunyai kawasan industri di
Lobam sebagai salah satu hasil dari kerjasama ekonomi antara
Singapura,
Malaysia, dan
Indonesia. Terdapat 4000 ha lahan yang dipakai oleh 18 perusahaan elektronik, 14 perusahaan garmen dan lain-lain.
Industri perikanan juga berperan penting di kabupaten ini dengan
didukung oleh luas wilayah perairan seluas 95%. Para investor disarankan
untuk mengembangkan sektor ini di wilayah timur, yaitu di wilayah
Tambelan
dengan 54 pulau. Wilayah ini cocok untuk perikanan dan budidaya terumbu
karang seluas 117,480 ha. Pariwisata laut cocok untuk wilayah ini
dengan didukung oleh pasir pantai yang bersih dan putih.
Pada sektor peternakan, Kabupaten Bintan merupakan daerah yang sangat
potensial dalam pengembangan ternak sapi (jenis sapi Bali), kambing,
babi, itik dan ayam (buras dan ras pedaging/petelur) sebagai penyuplai
pasokan bahan pangan asal hewan di Kepulauan Riau, khususnya untuk
daerah perkotaan seperti Kota Kijang, Kota Tanjung Uban dan Kota
Tanjungpinang. Tercatat populasi ternak Sapi di Bintan hampir mendekati
1000 ekor pada tahun 2010, angka ini akan diupayakan untuk terus
meningkat seiring dengan tingginya permintaan daging dan permintaan
sapi, khususnya sapi potong pada saat hari raya Idul Adha (Hari Raya
Kurban). Ayam Buras: 199.383 ekor, Kambing: 900 ekor, Itik: 3.663 ekor,
Babi: 3.500 ekor, Ayam Ras Petelur: 265.700 ekor dan Ayam Ras Pedaging:
2.499.700 ekor. Untuk menjaga kesehatan ternak, di Kabupaten Bintan
terdapat 5 orang Dokter Hewan dan dibantu oleh beberapa paramedis
veteriner
dengan ditunjang oleh 2 buah sarana Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan)
yang berlokasi di Desa Sri Bintan dan Desa Ekang Anculai Kecamatan Teluk
Sebong, selain Poskeswan, di Kabupaten Bintan juga terdapat Rumah
Potong Hewan Unggas (RPHU) yang berlokasi di Kecamatan Bintan Utara.
Sejarah Berdirinya Kecamatan Bintan Utara
Berbicara tentang sejarah berdirinya Kecamatan Bintan Utara maka sama
tuanya dengan kita membicarakan pendirian Provinsi Sumatera Bagian
Tengah, Sumatera Bagian Utara dan Sumatera Bagian Selatan melalui
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 yang ditandatangani Presiden RI
pertama Ir Soekarno tentang pembagian Pulau Sumatera menjadi 3 (tiga)
Provinsi.
Kemudian melalui Surat Ketetapan Delegasi Republik Indonesia Provinsi
Sumatera Tengah Nomor 9/Dper/ket/50 tanggal 8 Mei 1950, tentang
penggabungan diri Kepulauan Riau kedalam pemerintahan Republik
Indonesia. Kemudian Kepulauan Riau diberi status daerah Otonom Tingkat
II yang dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi
empat kewedanan sebagai berikut :
- 1. Kewedanan Tanjungpinang meliputi Kecamatan Bintan Selatan, Bintan Timur, Bintan Utara, Galang dan Batam.
- 2. Kewedanan Karimun meliputi Kecamatan Karimun, Kundur dan Moro.
- 3. Kewedanan Lingga meliputi Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.
- 4. Kewedanan Pulau Tujuh meliputi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan,Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Tiga puluh tiga tahun kemudian, Presiden Soeharto menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 tentang Pembentukan Kota
Administratif Tanjungpinang, Kabupaten/Daerah Tingkat II Kepulauan Riau
yang membawahi 2 (dua) kecamatan
- Kecamatan Tanjungpinang Barat
- Kecamatan Tanjungpinang Timur
Dengan keluarkan PP ini maka Kecamatan Bintan Selatan dihapuskan dan
berubah menjadi Kecamatan Tanjungpinang Barat dan Kecamatan
Tanjungpinang Timur.
Dan pada tahun yang sama sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1983 telah pula dibentuk Kotamadya Administratif Batam. Dengan
adanya pengembangan wilayah tersebut maka Batam tidak lagi menjadi
bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau.
Disaat bupati Kepulauan Riau dijabat oleh Kolonel (Caj) H Abdul Manan
Saiman pada tahun 1990, dibuat kebijakan pembagian daerah administratif
Kabupaten Daerah Tingkat II kepulauan Riau menjadi 4 Pembantu Bupati.
Di mana Pembantu Bupati Wilayah I Pulau Tujuh berkedudukan di Ranai
terdiri dari Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan,
Tambelan, Midai dan Serasan.
Pembantu Bupati Wilayah II Karimun terdiri dari Kecamatan Karimun,
Kundur dan Moro. Sedangkan Pembantu Bupati Wilayah III Dabo terdiri dari
Kecamatan Singkep, Lingga dan Senayang. Sementara Pembantu Bupati
Wilayah IV Tanjunguban terdiri dari Kecamatan Bintan Utara, Kecamatan
Bintan Timur dan Galang.
Pasca lengsernya Rezim Orde Baru pada Tahun 1998, Indonesia memasuki
Orde Reformasi. Telah terjadi perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah dalam kehidupan
berdemokrasi. Kebijakan tentang pemerintahan daerah dievaluasi dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang ditandatangani Presiden
Bacharuddin Jusuf Habibie pada tanggal 7 Mei 1999.
Pasal 5 Ayat 2 pada undang-undang tersebut menjadi pemicu lahirnya
ratusan daerah otonomi baru, baik kabupaten/kota maupun provinsi di
Indonesia. Data menunjukkan bahwa hingga Juni 2009, sudah terbentuk 7
provinsi baru di Indonesia, 399 kabupaten dan 98 kota yang tersebar dari
Sabang hingga Marauke, termasuk di Kepri.
Hanya berselang 5 bulan kemudian atau tepatnya tanggal 4 Oktober
1999, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 53 Tahun
1999 yang menyetujui pemekaran 3 kabupaten baru dari Kabupaten Kepulauan
Riau. Pertama, Kabupaten Karimun yang terdiri dari Kecamatan Karimun,
Kecamatan Moro dan Kecamatan Kundur.
Kedua, Kabupaten Natuna yang terdiri dari Kecamatan Kecamatan Jemaja,
Kecamatan Siantan, Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan Bunguran Timur,
Kecamatan Serasan dan Kecamatan Midai atau dulu dikenal dengan nama
Kecamatan Pulau Tujuh.
Terakhir, Kotamadya Batam (definitif) yang terdiri dari Kecamatan
Belakang Padang, Kecamatan Batam Barat, Kecamatan Batam Timur dan
sebagian wilayah Kabupaten Kepulauan Riau yang terdiri atas sebagian
wilayah Kecamatan Galang, yang meliputi Desa Rempang Cate, Desa
Sembulang, Desa Sijantung, Desa Karas dan Desa Pulau Abang.
Selain itu wilayah pemerintah Kotamadya Batam juga mengambil sebagian
wilayah Kecamatan Bintan Utara, yang meliputi sebagian wilayah Desa
Galang Baru, yaitu Pulau Air Raja dan Pulau Mencaras dan Desa Subang
Mas.
Dengan terbentuknya ketiga kabupaten/kota baru tersebut maka wilayah
Kabupaten Kepulauan Riau menjadi 9 kecamatan, terdiri dari Kecamatan
Singkep, Kecamatan Lingga, Kecamatan Senayang, Kecamatan Teluk Bintan
(hasil pemekaran dari Kecamatan Galang), Kecamatan Bintan Utara,
Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Tambelan, Kecamatan Tanjungpinang
Barat dan Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Presiden RI Abdurrahman Wahid melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2001 yang ditandatanganinya pada tanggal 21 Juni 2011 menetapkan Kota
Administratif Tanjungpinang menjadi Kota Tanjungpinang yang terpisah
dari Kabupaten Bintan.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2003 tertanggal 18
Maret 2003 yang ditandatangani Bupati Kepulauan Riau H Huzrin Hood
dibentuk Kecamatan Teluk Sebong dengan batas wilayah hingga ke Desa
Berakit dan Desa Pengudang di utara yang dimekarkan dari Kecamatan
Bintan Utara.
Keputusan DPRD Kabupaten Kepri Nomor 75/kpts/dprd/2003 menetapkan ibu
kota Kabupaten Kepulauan Riau di Desa Bintan Buyu yang diberi nama
Bandar Seri Bentan dan diperkuat dengan peraturan pemerintah nomor 38
tahun 2004 tentang penetapan lokasi Ibu kota Kabupaten Kepulauan Riau.
Dengan terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau, maka melalui hak
inisiatif DPRD Kabupaten Kepri telah diusulkan nama Kabupaten Kepulauan
Riau menjadi Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 tertanggal 23 Februari 2006 oleh
Presiden RI DR H Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Megawati Soekarno Putri melalui Undang-Undang Nomor 31 tahun
2003 tanggal 18 Desember 2003 mengesahkan pembentukan Kabupaten Lingga
yang berdiri sendiri dan terpisah dari Kabupaten Kepulauan Riau.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2007, Bupati
Bintan Ansar Ahmad atas persetujuan DPRD Bintan membentuk 4 kecamatan
baru yang terdiri dari :
- 1. Kecamatan Toapaya pemekaran dari Kecamatan Gunung Kijang
- 2. Kecamatan Bintan Pesisir pemekaran dari Kecamatan Bintan Timur
- 3. Kecamatan Mantang pemekaran dari Kecamatan Bintan Timur
- 4. Kecamatan Seri Kuala Lobam pemekaran dari Kecamatan Bintan Utara
Sebagai kecamatan yang sama tuanya dengan kecamatan-kecamatan yang
sudah duluan dimekarkan sebagai kabupaten/kota, jadi wajar kiranya kalau
kemudian sejumlah masyarakat di Kecamatan Bintan Utara berteriak untuk
meminta agar daerah mereka bisa dijadikan daerah otonom baru di Provinsi
Kepri.
Upaya pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk
mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan
memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Pemekaran wilayah juga merupakan
bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam
memperpendek rentang kendali pemerintahan sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pengelolaan pembangunan
Menangkap aspirasi itu, kemudian sejumlah warga berkumpul dan sepakat
untuk mendirikan Badan Perjuangan Pembentukan Kota Bintan Bagian Utara
(BP2KB2U) yang bertujuan untuk mempersiapkan langkah-langkah yang harus
dikerjakan guna mewujudkan keinginan tersebut.
Berbagai pertimbangan ditelusuri dan dikaji, cerita sejarah (story of
history) yang cukup panjang menjadi salah satu pertimbangan. Selain itu
berbagai potensi yang ada juga menjadi alasan lain. Bintan Utara pada
umumnya memiliki banyak keunggulan yang tidak bisa dinafikan oleh
siapapun.
Letak geografisnya (geographical) yang sangat menguntungkan menjadi
lirikan sejumlah instansi yang ada di Indonesia. Sebut saja PT Pertamina
(Persero) yang sudah duluan mendirikan UPMS I di Tanjunguban, TNI-AL
yang mendirikan 3 kesatuan di Tanjunguban terdiri dari Fasilitas
Pemeliharan dan Perbaikan Kapal (Fasharkan) Mentigi, Satuan Kapal Ranjau
(Satran) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan Satuan Kapal
Cepat (Satkat) Koarmabar.
Kemudian TNI-AU yang membangun Pangkalan Satuan Radar (Satrad) 213 di
Desa Sri Bintan, Teluk Sebong, Polri membangun markas komando Brigade
Mobil (Brimob) Kompi II Pelopor Polda Kepri dan markas komando Polres
Bintan di Jago, Tanjunguban.
Selanjutnya PDAM Tanjung Uban yang berdiri pada tahun 1966, PT PLN,
PT Telkom, kantor imigrasi, kantor pelayanan pelabuhan, Balai Karantina
tumbuh-tumbuhan, pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP), pelabuhan
roll on roll off (roro) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan beberapa
lagi fasilitas milik pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Sementara berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan,
kecamatan-kecamatan di Bintan Utara memiliki jumlah sekolah, baik negeri
maupun swasta yang jauh lebih banyak dibandingkan kecamatan-kecamatan
lainnya di Kabupaten Bintan. Selain itu jenjang pendidikan mulai dari
taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi juga ada di Bintan Utara.
Hingga Januari 2011, Kecamatan Bintan Utara, Seri Kuala Lobam, Teluk
Sebong dan Teluk Bintan memiliki 1 TK Negeri, 12 TK swasta, 4 TK Islam
atau Raudhatul Anfal (RA), 38 SD Negeri, 2 SD swasta, 10 SMP Negeri, 3
SMA Negeri, 1 SMA swasta, 1 SMK Negeri, 2 SMK swasta, 2 Akademi
Pariwisata di KPIB Lagoi.
Di sektor perbankan, hampir mayoritas bank yang ada di Indonesia ikut
meramaikan geliat ekonomi di Bintan Utara. Pemimpin Bank Indonesia
Kepri, Elang Tri Praptomo saat pembukaan kantor cabang pembantu Bank
Danamon Simpan Pinjam (DSP) Tanjunguban pernah mengatakan, dengan
banyaknya bank yang buka kantor di Tanjunguban, menandakan wilayah ini
memiliki potensi ekonomi yang sangat besar.
Sementara di sektor swasta, Penandatanganan kerjasama strategis
Singapura-Indonesia dalam kerangka Framework Agreement on Regional
Economc Cooperation pada tanggal 28 Agustus 1990 menambah lagi
keunggulan Bintan Utara dengan pembangunan Kawasan Industri Bintan (KIB)
oleh PT Bintan Inti Industrial Estate (BIIE) di Lobam, Bintan Utara dan
wisata terpadu Bintan Beach International Resort (BBIR) oleh PT Bintan
Resort Corporation (BRC) di Lagoi, Teluk Sebong.
Kehadiran kedua kawasan tersebut ikut mendongkrak pertumbuhan
penduduk, menurut data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Bintan per-Maret 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Bintan Utara adalah
sebesar 23,324 jiwa. Apabila ditambah dengan sejumlah kecamatan
eks-wilayah pemerintahan Kecamatan Bintan Utara yang kini sudah menjadi
Kecamatan sendiri seperti Kecamatan Teluk Sebong (16.089 jiwa) dan
Kecamatan Seri Kuala Lobam (17.657 jiwa) dan ditambah Kecamatan Teluk
Bintan (10.191 jiwa) yang dulu pernah masuk dalam Daerah Administratif
Pembantu Bupati Wilayah IV Tanjunguban maka jumlah penduduk Kabupaten
Bintan Utara adalah sebesar 67.261 jiwa.
Sebagai salah satu kecamatan tertua di Provinsi Kepulauan Riau,
Kecamatan Bintan Utara yang dulu memiliki batas wilayah hingga ke Desa
Pengudang dan Desa Berakit di wilayah Kecamatan Teluk Sebong dan Desa
Galang Baru yang terdiri dari Pulau Air Raja dan Pulau Mencaras serta
Desa Subang Emas di Kota Batam boleh iri dan cemburu disaat sejumlah
rekan-rekannya memproklamirkan diri sebagai sebuah kabupaten/kota baru
di daerah ini.
Melihat dari riwayat sejarah, keunggulan yang dimiliki, jumlah
penduduk, rentang kendali dan potensi yang ada, batas minimal usia
penyelenggaraan pemerintahan maka sangat tepat kalau sejumlah masyarakat
di Bintan Utara mendapatkan porsi untuk menjalankan otonomi
seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah melalui pembentukan Kota Bintan
Utara.
Tinggal bagaimana BP2KB2U bersama masyarakat berjuang bersama-sama
untuk memenuhi syarat administratif sebagaimana disebutkan dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 yang terdiri dari adanya persetujuan DPRD dan Bupati
Bintan, persetujuan DPRD dan Gubernur Kepri, rekomendasi Menteri Dalam
Negeri Gamawan Fauzi, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Presiden
RI dan DPR RI. Sedangkan syarat teknis meliputi faktor yang menjadi
dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi
daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya
otonomi daerah sudah tidak perlu diragukan lagi.
Begitu juga syarat fisik yang meliputi paling sedikit 4 (empat)
kecamatan untuk pembentukan Kota Bintan Utara, lokasi calon ibukota,
sarana dan prasarana pemerintahan juga sudah tersedia dengan adanya
dukungan aspirasi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dari 4 kecamatan tersebut.
Apabila nanti daerah otonom baru di Bintan bagian utara ini terwujud
maka setiap kecamatan yang bergabung didalamnya akan memiliki potensi
dan keunggulan yang berbeda-beda. Kecamatan Teluk Sebong yang sudah
terkenal dengan kehadiran Kawasan Pariwisata Internasional Bintan (KPIB)
Lagoi sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi kabupaten
induk akan dipertahankan dan terus dikembangkan sebagai ikon pariwisata
di Bintan bagian utara, disamping potensi pertanian, perkebunan dan
kelautannya.
Kecamatan Seri Kuala Lobam yang terkenal dengan Kawasan Industri
Bintan (KIB) Lobam akan terus dipertahankan sebagai landmark industri di
Bintan bagian utara. Pemerintahan daerah yang baru harus mampu
membentuk tim promosi dan marketing yang handal untuk menjual daerah
tersebut sebagai daerah tujuan investasi menarik dan punya nilai jual
tinggi seperti Batam.
Sedangkan Kecamatan Teluk Bintan yang sudah duluan ditetapkan sebagai
lokasi ibukota baru di Bintan Buyu oleh Pemkab Bintan akan
dipertahankan sebagai kawasan pusat pemerintahan. Diyakini hanya dalam 5
tahun, Bandar Seri Bentan akan berkembang pesat menjadi sebuah ikon
baru di Provinsi Kepri sebagai pusat pemerintahan dengan panorama alami
Gunung Bintan yang memiliki tinggi 340 meter dari permukaan laut ini.
Terakhir, untuk memberikan penghargaan dan apresiasi terhadap
perjuangan sejumlah masyarakat Kecamatan Bintan Utara yang memunculkan
ide pemekaran dengan membentuk BP2KB2U maka daerah itu lebih layak
apabila dikembangkan sebagai kota pelabuhan dan perdagangan.
Masyarakat daerah otonom baru di Bintan bagian utara secara legowo
dalam tahun pertama dan kedua pemerintahan daerah tersebut untuk
mengalokasikan APBD mereka guna membangun Tanjunguban menjadi sebuah
kota pelabuhan baru di Indonesia.
Memang perlu kerja ekstra keras dan seni berkomunikasi (art of
communications) ekstra santun untuk bisa merelokasi kawasan pinggir
pantai Tanjunguban untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut.
Diyakini hanya dalam 10 tahun terbentuknya, daerah otonom baru di
Bintan bagian utara akan menjadi sebuah daerah otonomi baru yang
baldatun thoyibbun warrabun ghafur, jauh lebih maju, berkembang dan
sejahtera dibandingkan kabupaten/kota yang ada di Kepri pada khususnya
dan Indonesia pada umumnya.
Dan bukan tidak mungkin setelah itu masyarakat Tanjunguban akan
berpikir untuk mulai memisahkan diri menjadi Kota otonom baru, Kota
Tanjunguban berdampingan dengan Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Semoga.**
Referensi